Banner

banner
News Update :
Home » , , , » Mencintai Sahabat Nabi dan Ahlul Bait

Mencintai Sahabat Nabi dan Ahlul Bait

Penulis : Unknown on Kamis, 20 Maret 2014 | 12.59

Sering kali kita mendengar perkataan-perkataan yang menyatakan bahwa di antara konsekuensi mencintai ahlul bait adalah membenci dan berlepas  dari para Sahabat Nabi. Dengan kata lain, mencintai sahabat Nabi berarti telah menodai kecintaan kepada ahlul bait. Apakah memang benar demikian? Semoga pembahasan ringkas berikut ini dapat memberikan secercah pencerahan.

Definisi Sahabat Nabi
Ibnu hajar berkata, "Sahabat Nabi adalah setiap orang yang bertemu dengan Nabi, beriman kepadanya, dan meninggal sebagai muslim walaupun pernah murtad sebelumnya." (Nukhbatul Fikar, Hal. 230).
Tentu saja derajat dan keutamaan antar sahabat Nabi berbeda-beda. Ada sahabat yang senantiasa mendampingi Nabi, ada yang hanya sebentar saja. Ada sahabat yang lebih dahulu  masuk Islam, ada pula yang belakangan masuk Islam. Akan tetapi semua sahabat adalah orang-orang yang terpecaya dan merupakan generasi terbaik umat Islam sepanjang masa.
Allah Ta'ala berfirman, "Tidak sama  di antara kalian orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sebelum penaklukan (kota Mekkah). Mereka lebih tinggi derajatnya daripada orang-orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sesudah itu. Allah menjanjikan kepada masing-masing mereka (balasan) yang lebih baik. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang  kalian kerjakan." (Qs. al-Hadid: 10)

Dari 'Imran bin Hushain Radhiyallahu'anhu, Rasulullah sholallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sebaik-baik umatku adalah generasiku, kemudian generasi yang berikutnya, kemudian generasi yang berikutnya." (HR. Bukhari).

Wajib Mencintai Sahabat Nabi
Dari Al Baraa' bin 'Aazib Radiyallahu'anhu beliau berkata, Rasulullah Sholalllahu'alahi wa sallam bersabda, "Tidaklah seseorang itu mencintai kaum Anshar melainkan dia adalah seorang Mukmin, dan tidaklah membenci mereka kecuali orang Munafik." (HR. Bukhari).

Kaum Anshar adalah sebagian dari sahabat Nabi. Telah dimaklumi bersama bahwa kaum Muhajirin lebih utama dari kaum Anshar. Itu artinya penyebutkan kaum Anshar dalam hadits di atas bukan berarti pembatasan, namun lebih kepada penyebutan "sebagian" untuk menunjukan "keseluruhan". Kalaupun tidak demikian, maka bisa dikatakan bahwa jika membenci kaum Anshar saja merupakan tanda kemunafikan, lalu bagaimana pula yang membenci kaum Muhajirin? Lalu bagaimana pula status orang yang saban harinya mencaci, mencerca, bahkan melaknat dua orang terbaik di muka bumi ini setelah para Nabi dan Rasul, yaitu Abu Bakr ash-Shiddiq dan 'Umar bin Khaththaab radiyallahu 'anhuma?

Ahlussunnah wal jama'ah mencintai seluruh sahabat Nabi, tanpa kecuali. Allah Ta'ala berfirman:
"Orang-orang yang terdahulu lagi pertama-tama (masuk Islam) diantara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah, dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar." (Qs. at-Taubah: 100).

Sisi pendalilannya: Allah tidak akan memberikan surga kecuali kepada orang yang Allah cintai. Jika Allah menyediakan surga-surga bagi sahabat Nabi, maka berarti Allah mencintai sahabat Nabi. Jika Allah mencintai sahabat Nab, maka sudah selayaknyalah kita juga harus mencintai mereka.

Siapakah Ahlul Bait?
Istilah "ahlul bait" baik ditinjau secara bahasa maupun syar'i pada asalnya digunakan atau ditujukan khususnya untuk istri-istri Nabi, dan diperluas penggunaannya untuk menyebut semua orang yang memiliki hubungan kekerabatan dengan Nabi shollallahu 'alahi wa sallam (Asy Syii'ah wa Ahlul Bait hal. 12).

Cukuplah al-Qur'an sebagai bukti bahwa istri-istri Nabi termasuk ke dalam ahlul bait. Allah  Ta'ala berfirman: "Dan hendaklah kalian tetap di rumah-rumah kalian dan janganlah kalian berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyyah yang dahulu, dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kalian wahai Ahlul Bait, dan membersihkan kalian sebersih-bersihnya." (Qs. al-Ahzaab: 33).
Siapapun yang membaca ayat ini tentu dapat memahami bahwa ahlul bait yang disebut dalam ayat adalah ditujukan kepada istri-istri Nabi. Bahkan semua  lafazh "ahlul bait" dalam al-Qur'an yang dimaksud adalah istri yang bersangkutan, sebagaimana kisah istri Nabi Ibrahim 'alaihis salaam yang terheran-heran ketika dikabarkan berita gembira akan dikaruniai keturunan.
Allah Ta'ala berfirman, "Mereka (para malaikat) berkata, 'Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan Allah? (itu adalah) rahmat Allah dan keberkahan-Nya dicurahkan atas kalian wahai Ahlul Bait! Sesunggunya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah." (Qs. Huud: 73).

Ahlul Bait Bukan Hanya Istri-Istri Nabi
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, "Jika dikatakan istri-istri Nabi adalah sebab turunnya ayat ini dan bukan yang lainnya, maka pernyataan ini benar. Adapun jika yang dimaksud ahlul bait adalah hanya istri-istri Nabi, maka perlu ditinjau ulang karena banyak hadits yang menjelaskan bahwa ahlul bait lebih umum daripada itu." (Tafsir Ibnu Katsiir, 6/411).

Setelah menyebutkan hadits-hadits yang dimaksud, Ibnu Katsir rahimahullah menyimpulkan, "Yang dimaksud dengan ahlul bait bukan hanya istri-istri Nabi, tetapi mencakup juga keluarga besar Nabi. Pendapat ini lebih kuat karena merupakan hasil penggabungan antara riwayat-riwayat yang ada, dan juga sekaligus menggabungkan antara penjelasan dari al-Qur'an dengan hadits-hadits tersebut --inipun jika haditsnya shahih, karena sebagian sanad hadits-hadits itu tidak lepas dari kritikan." (Tafsir Ibnu Katsiir, 6/415).

Kedudukan Ahlul Bait di Mata Salaf
Salaf terbaik umat ini, Abu Bakr ash-Shiddiq radhiyallahu'anhu membeberikan kesaksian. Beliau berkata kepada 'Ali bin Abi Thaalib radhiyallahu 'anhu, "Demi Dzat yang jiwaku berada ditangan-Nya, berbuat baik kepada kerabat Rasulullah shallallahu'alahi wa sallam lebih aku sukai dari pada kerabatku sendiri." (HR Bukhari).

'Umar al-Faaruq radhiyallahu 'anhu pada masa pemerintahannya jika dilanda musim kemarau yang berkepanjangan, hujan tak kunjung datang, maka beliau ber-istisqa' (meminta hujan kepada Allah) dengan perantaraan paman Nabi (yang masih hidup ketika itu-red), al-'Abbas bin 'Abdil Muththalib radhiyallahu 'anhu (HR. Bukhari).

Mencintai Ahlul Bait Yang Beriman
Diantara ciri ahlussunnah  wal jama'ah adalah mencintai dan menyayangi orang-orang yang beriman. Allah ta'ala berfirman, "Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersam mereka keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesam mereka..." (Qs al-Fath:29).
Yang menjadi tolok ukur adalahul  keimanan. Jika ahlul bait tersebut beriman, maka wajib bagi kita mencintainya. Apalagi jika ahlul bait  sekaligus berstatus sebagai sahabat Nabi, tentu lebih besar lagi kecintaan kita kepadanya.
Ditambah lagi dengan adanya wasiat Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam agar kita berbuat baik kepada ahlul baitnya. Beliau bersabda, "....dan ahlul baitku. Aku ingatkan kalian agar bertakwa kepada Allah, hendaklah kalian berbuat baik kepada ahlul baitku." Beliau mengulangnya sampai 3 kali. (HR. Muslim).
Diantara berbuat baik kepada ahlul bait adalah mencintai mereka karena keimanan dan kekerabatan mereka dengan Rasulullah shallallahu 'alahi wa sallam, bukan semata-mata garis keturunan atau kedekatan hubungan.

Status Ahlul Bait Bukan Jaminan
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhhu beliau berkata, "Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Wahai keturunan 'Abdu Manaaf, bebaskanlah diri-diri kalian dari adzaab Allah... Wahai keturunan 'Abdul Muththalib, bibi Rasulullah... Wahai Fathimah bintu Muhammad, bebaskanlah diri-diri kalian dari adzab Allah, sesungguhnya aku tidak bisa membela diri-diri kalian dihadapan Allah kelak. Mintalah kepadaku dari harta yang aku miliki berapapun yang kalian inginkan." (HR. Bukhari).

Seorang penyair berkata:

Demi Allah, nilai seorang manusia itu tergantung agamanya,
maka jangan kau tinggalkan takwa, karena mengandalkan nasab.
Sungguh Islam telah mengangkat derajat Salman al-Faarisi,
dan kesyirikan telah menjatuhkan kemuliaan nasab Abu  Lahab
Mencintai Sahabat Nabi Tidak bertentangan dengan mencintai Ahlul Bait

Jelaslah sudah bagi yang memiliki hati yang bersih dari hasad dan dengki, akal pikiran yang tidak teracuni virus dendam dan kebencian, bahwa mencintai sahabat Nabi tidak bertolak belakang dengan kecintaan ahlul bait. Bahkan keduanya berjalan seiring dalam bingkai iman dan takwa. Semoga dengan mencintai mereka dapat menghantarkan kita masuk ke dalam surga. Sebagaimana yang telah diisyaratkan oleh Nabi shollallahu 'alaihi wa sallam dalam sabdanya, "Engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai." (HR. Bukhari dan Muslim).

Wa shollallaahu 'alaa Nabiyyina Muhammad wa 'alaa aalihi wa shahbihii wa ahli baithii ajma'iin.

Markaz Aryn, Riyadh, KSA

Penulis: Ustadz Teuku Muhammad Nurdin
Share this article :

Posting Komentar

 
Blog Info | Contact Us | Privacy policy | Term of use | Widget | Advertise with Us | Site map
Copyright © 2014. Abu Fakhiroh . All Rights Reserved.
Design Template by panjz-online | Support by creating website | Powered by Blogger