Banner

banner
News Update :
Home » » Mendo'akan kebaikan untuk Pemimpin

Mendo'akan kebaikan untuk Pemimpin

Penulis : Unknown on Rabu, 28 November 2012 | 10.33

Merupakan perkara yang tidak ada keraguan di dalamnya bahwa do'a adalah ibadah yang mulia. Do'a seorang muslim untuk saudaranya termasuk sebab dikabulkan do'a. Do'a kepada waliyyul amri (pemimpin) dengan taufiq dan kebaikan termasuk yang dihasung oleh syari'at Islam yang suci, karena jika para waliyyul amri baik maka akan baiklah rakyat dan sejahtera kehidupan mereka. Mendo'akan kebaikan untuk waliyyul amri merupakan perwujudan menjalankan kewajiban, karena do'a termasuk nasehat, sedang nasehat adalah wajib atas setiap muslim.

Akan tetapi sungguh disayangkan bahwa realita yang ada justru sebaliknya, sangat sedikit dari kaum muslimin  yang  mendo'akan kebaikan untuk waliyyul amri. Bahkan kebanyakan dari  mereka menjelekan para waliyyul amri dan mencaci mereka dengan dalih kebebasan berbicara. Banyak yang melaknak waliyyul amri dan mengganggap mereka seumber segala bencana.

WAJIBNYA MENAATI WALIYYUL AMRI DAN HARAMNYA MEMBERONTAK KEPADA MEREKA

Allah memerintahkan kepada setiap muslim agar taat kepada waliyyul amri sebagaimana dalam firman-Nya:
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rosul(Nya) dan ulil amri diantara kalian. (QS. an-Nisa [4]: 59)

Demikian juga Rosululloh SAW memerintahkan agar selalu taat kepada waliyyul amri, tidak membatalkan baiat, dan sabar atas kecurangan para penguasa:

Dari Ubadah bin Shamit r bahwasanya dia berkata: "Rosululloh menyeru kami maka kami membai'atnya. Di antara yang diambil atas kami bahwanya kami berbai'at atas mendengar dan taat dalam keadaan yang lapang dan sempit, dalam keadaan sulit dan mudah, dan atas sikap egois kami, dan agar kami tidak  merebut kekuasaan dari pemiliknya. Beliau bersabda, 'Kecuali jika kalian melihat kekufuran yang jelas dan nyata yang kalian punya bukti dihadapan Alloh." (Shahih Muslim:1709)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah r berkata: "Ini adalah perintah agar selalu taat walaupun sikap egois waliyyul amri -yang ini merupakan kezaliman darinya- dan larangan dari merebut kekuasaan dari pemiliknya. -yaitu larangan dari memberontak kepadanya karena pemiliknya adalah waliyyul amri yang diperintahkan agar ditaati dan mereka adalah orang-orang yang memiliki kekuasaan untuk memerintah." (Minhajus Sunnah 3/395)

Para ulama Ahli Sunnah wal Jama'ah telah sepakat atas wajibnya menaati para waliyyul amri dan haramnya memberontak kepada penguasa yang zalim dan fasik dengan cara revolusi dan kudeta atau dengan cara yang lainnya, berdasarkan hadits-hadits di atas dan akibat buruk yang ditimbulkan oleh pemberontakan dari timbulnya fitnah, tertumpahnya darah, kekacauan, dan kerusakan-kerusakan, jadilah pokok ini pokok terpenting dari ahli sunnah wal jama'ah yang menyelisihi semua kelompok yang sesat dan ahlil ahwa, sehingga banyak dari para ulama yang menuliskan pokok ini dalam kitab-kitab mereka.

Imam Ibnu Baththal r berkata: "Para fuqoho telah sepakat atas wajibnya taat kepada pemimpin yang telah menguasai keadaan, wajibnya berjihad bersamanya. Bahwasanya ketaatan kepadanya lebih baik daripada memberontak kepadanya karena dengan ketaatan akan  bisa menjaga tertumpahnya darah dan menenangkan keadaan... mereka tidak mengecualikan dari hal ini kecuali jika telah terjadi kekufuran yang jelas dari penguasa." (Fathul Bari 13/7)

SIAPAKAH WALIYYUL AMRI?
Waliyyul amri yang dimaksud dalam nash-nash diatas adalah sebagaimana dikatakan oleh Imam Ahmad rahimahullah, "Tahukah kamu apakah imam itu? Yaitu kaum muslimin berkumpul atasnya, dan semua mengatakan, 'Inilah Imam." (Masail al-Imam Ahmad 2/185 Riwayat Ibnu Hani)

Yang sunnah adalah satu imam untuk kaum muslimin di seluruh dunia, tetapi ketika kaum muslimin terbagi menjadi beberapa negeri dan sulit disatukan, maka masing-masing penguasa negeri adalah imam yang wajib dibai'at dalam ketaatan kepadanya, sesuai dengan batasan-batasan syar'i. Syaikhhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: "Yang sunnah, hendaknya seluruh kaum muslimin memiliki satu imam, yang lain adalah perwakilan-perwakilannya. Jika terjadi keadaan dimana umat menyelisihi hal ini karena sebab kemaksiatan atau ketidakmampuan, atau sebab yang lain, sehingga terjadilah beberapa imam negeri; maka dalam keadaan seperti ini wajib atas setiap imam agar menegakkan hudud, dan menunaikan hal-hak." (Majmu' Fatawa 34/175-176)

Imam asy-Syaukani rahimahullah berkata: "Sesudah menyebarkan Islam, meluasnya wilayah, dan berjauhan batas-batasnya, merupakan hal yang dimaklumi bahwa masing-masing wilayah memiliki seorang imam atau penguasa. Di wilayah yang lain demikian juga yang tidak berlaku kekuasaannya di wilayah yang lain. Maka tidak mengapa dengan terjadinya beberapa imam dan penguasa negeri, dan wajib ditaati masing-masing penguasa negeri sesudah dilakukan bai'at atasnya oleh penduduk wilayah masing-masing yang berlaku perintah-perintah dan larangannya.." (Sailul Jarrar 4/512)

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah berkata: "Para imam dari setiap madzhab telah sepakat bahwa barang siapa menguasai suatu negeri, maka dia memiliki hukum imam dalam segala sesuatu; seandainya tidak seperti ini tidaklah tegak dunia, karena kaum muslimin sejak zaman Imam Ahmad hingga sekarang, belum pernah bersatu di bawah satu imam." (Durar Saniyyah 7/239)

LARANGAN MENCACI WALIYYUL AMRI DAN WAJIBNYA SABAR ATAS KECURANGAN MEREKA
Melanggar kehormatan para waliyyul amri dan mencaci mereka adalah kesalahan yang besar dan dosa yang keji. Syari'at Islam telah melarang hal ini dan mencela pelakunya. Semua nash-nash yang mengharamkan khuruj (pemberontakan) kepada penguasa adalah dalil atas haramnya mencaci mereka. (Muamalatul Hukkam hlm. 87)

Dari Anas bin Malik rhadiyallhu'anhu bahwasanya dia berkata, "Telah melarang kami para pembesar kami dari para sahabat Rosululloh SAW, dia berkata: "Janganlah kalian mencaci para penguasa kalian dan janganlah curang kepada mereka dan membenci mereka, dan bertakwalah kepada Alloh dan bersabarlah karena sesungguh perkara itu adalah dekat." (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Ashim di dalam As-Sunnah 2/488 dan dishahihkan oleh al-Albani)

Dari Hudzaifah bin Yaman rhadiyallhu'anhu bahwasanya Rosulullah bersabda: "Akan datang sepeningglku para pemimpin yang tidak mengambil petunjuk dengan petunjuku dan tidak mengambil sunnah dengan sunnahku, dan akan tegak ditengah-tengah kalia para laki-laki yang hati mereka adalah hati setan di dalam jasad manusia." Saya (Hudzaifah) berkata, "Bagaimana saya berbuat jika saya mendapat hal itu?" Rosululloh SAW bersabda, "Hendaknya engkau mendengar dan taat kepada penguasa walaupun dia memukul punggungmu dan mengambil hartamu." (Shahih Muslim 6/20)

Dari Abu Bakrah rhadiyallhu'anhhu bahwasanya Rosululloh SAW bersabda:  "Penguasa adalah naungan Allah di  muka bumi, barang siapa menghinakannya maka Alloh akan mengghinakannya dan barang siapa memuliakannya maka Alloh akan memuliakannya." (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Ashim di dalam As-Sunnah 2/492 dan dishahihkan oleh al-Albani).

Imam Ibnu Shalah r berkata, "Nasihat adalah kata yang menyeluruh yang mengandung makna apa yang dilakukan pemberi nasihat kepada yang dinasihati dengan segala macam kebaikan dengan niat dan perbuatan."

Nasihat bagi pemimpin kaum muslimin adalah dengan membantu mereka dalam kebenaran, menaati mereka dalam hal yang ma'ruf, mengingatkan mereka dalam kebenaran, menasihati mereka dengan cara yang halus dan lembut, menjauhi perlawanan kepada mereka, mendo'akan kebaikan kepada mereka dan mengajak orang lain untuk melakukan hal yang sama. (Shiyanatu Shahih Muslim 1/221-222)

Maka di antaara nasihat kepada waliyul amiri adalah suatu perkara yang banyak dilalaikan oleh kaum  muslimin padahal mereka mampu melakukannya, yaitu mendoakan kebaikan kepada para waliyyul amri yang akan kami bicarakan dalam bahasan berikut.

MENDOAKAN KEBAIKAN UNTUK WALIYYUL AMRI
Para imam Ahli Sunnah semenjak generasi-generasi pertama senantiasa berusaha menjelaskan jalan yang lurus yang ditempuh orang-orang terbaik mereka dari kalangan sahabat, tabi'in, dan orang yang mengikuti langkah mereka dalam kebaikan. Di antara pokok yang agung yang mereka jelaskan kepada umat adalah wajibnya menaati waliyyul amri dan haramnya memberontak kepada merek. Tidak berhenti sampai di sini, bahkan mereka melampuinya pada hal yang lebih khusus lagi, yaitu mendo'akan waliyyul amri dengan taufik, kebaikan, dan kelurusan jalan. Inilah sebagian diantara perkataan-perkataan mereka tentang hal itu:

Al-Imam Abu Ja'far Ath-Thohawi (w 321 H) berkata: "Dan kami tidak memandang  bolehnya memberontak kepada para pemimpin dan  para waliyyul amri kami, meskipun mereka berbuat kecurangan, kami tidak mendo'kan kejelekan atas mereka, kami tidak melepaskan diri dari ketaatan kepada mereka, kami memandang ketaatan kepada mereka adalah ketaatan kepada Alloh 'Azza wa jalla sebagai suatu kewajiban selama mereka tidak memerintah kepada kemaksiatan, dan kami do'akan mereka dengan kebaikan dan keselamatan." (Aqidah Thahawiyah beserta syarahnya 2/540)

Imam Abu Utsman ash-Shabuni (w 449 H) berkata, "Dan ashhabul hadits memandang sholat Jum'at Idain, dan sholat-sholat yang lainnya dibelakang imam yang muslim -yang baik maupun yang fajir. Mereka memandang hendaknya mendo'akan para pemimpin dengan taufik dan kebaikan, dan menyebarkan keadilan terhadap rakyat." (Aqidah Salaf Ashhabil Hadits Hlm. 106)

Dan ketahuilah wahai Saudaraku yang mulia, sesungguhnya para imam tersebut tidaklah mencukupkan menggoreskan kalimat-kalimat ini di dalam tulisan mereka, bahkan mereka juga menerapkan perkara ini di dalam  kehidupan mereka, dan menyampaikannya di hadapan manusia sebagai pengajaran dan arahan kepada mereka, lihatlah sebuah contoh dalam hal itu dari Imam Ahlis Sunnah wal Jama'ah Imam Ahmad bin Hambal yang selalu mendo'akan kebaikan kepada penguasa. Abu Bakar al-Marudzi r berkata, "Aku mendengar Abu Abdillah (Imam Ahmad bin Hambal) menyebut Khalifah al-Mutawakkil seraya mengatakan: 'Sesungguhnya aku selalu mendo'akan kebaikan untuknya dengan kebaikan dan keselamatan...;" (As-Sunnah oleh Al-Khallal hlm. 84)

Begitu sangat beliau dalam menghasung umat untuk mendo'akan kebaikan terhadap waliyyul amri, beliau lontarkan ucapan beliau yang masyhur dan menjadi hikmah yang diikuti oleh lisan-lisan manusia, yaitu: "Seandainya aku memiliki do'a yang mustajab maka tidaklah aku jadikan kecuali pada penguasa." (Siyasah Syar'iyyah Hlm. 218)

Maka kaum muslimin yang ingin menegakan kewajiban nasihat dan menempuh jalan salaf, sepantasnyalah bagi mereka mengkhususkan untuk waliyyul amri di dalam sebagian dari do'a do'a kebaikan mereka. Duhai seandainya orang-orang yang berkubang di dalam kehormatan para waliyyul amri berhenti dari apa yang mereka lakukan, dan menggantinya dengan do'a kebaikan, seandainya mereka lakukan ini maka sungguh ini adalah baik bagi mereka, ditambah  lagi bahwa menyibukan diri dengan pelanggaran-pelanggaran kehormatan tidaklah memperbaiki -bahkan akan menyesakan dada dan memperbanyak dosa Al-Hafizh Abu Ishaq as-Sabi'i r berkata: "Tidaklah suatu kaum mencaci penguasa mereka kecuali mereka diharamkan dari kebaikan." (Diriwayatkan oleh Ibnu Abdil Barr di dalam At-Tamhid 21/287)

Dan sepantasnyalah para ulama dan para da'i menjelaskan kedudukan do'a dan nasihat, menghasung manusia semua kepadanya, dan mengabarkan kepada mereka bahwa inilah manhaj Salafush Shalih, dan hendaknya para khatib tidak melupakan waliyyul amri di dalam do'a-do'a mereka pada hari Jum'at. Syaikh Shalih al-Fauzan rahimahullah berkata: "Dan disunnahkan bagi khatib agar mendo'akan kebaikan di dalam agama dan dunia mereka, dan mendo'akan para pemimpin kaum muslimin dengan apa-apa yang membawa kebaikan di dalam agama dan dunia mereka dan mendo'akan para pemimpin kaum muslimin dan waliyyul amri mereka dengan kebaikan dan taufik. Dan dahulu mendo'akan kebaikan kepada waliyyul amri adalah hal yang dikenal di kalangan kaum muslimin, dan merupakan amalan mereka, karena mendo'akan para waliyyul amri dengan taufik dan kebaikan termasuk manhaj Ahli Sunnah wal Jama'ah, sedang meninggalkannya termasuk ahli bid'ah. Imam Ahmad berkata, 'Seandainya aku memiliki do'a  yang mustajab maka tidaklah aku jadikan kecuali pada penguasa.' Dan karena di dalam kebaikan penguasa adalah kebaikan kaum muslimin. Dan sunggguh telah ditinggalkan sunnah ini sehingga jadilah manusia menganggap aneh do'a kebaikan terhadap waliyyul amri dan berburuk sangka kepada orang yang  melakukannya." (Al-Mulakhkhash al-Fiqhu 1/182)

FAEDAH-FAEDAH MENDO'AKAN KEBAIKAN TERHADAP WALIYYUL AMRI
Mendo'akan kebaikan terhadap waliyyul amri mengandung faedah-faedah yang banyak sekali, diantaranya:

Pertama: Seorang muslim beribadah dengan do'a ini, karena ketika mendengar dan taat kepada waliyyul amri adalah melaksanakan  perintah Alloh, karena Alloh berfirman: "Hai orang-orang yangberiman, taatilah Alloh dan taatilah Rosul(Nya), dan ulil amri diantara kalian. (QS. an-Nisa [4]: 59)

Maka seorang muslim mendengar dan menaati waliyyul amri sebagai suatu ibadah, dan termasuk mendengar dan taat kepada waliyyul amri adalah mendo'akan mereka. Imam Nashiruddin Ibnul Munayyir r (w 681 H) berkata: "Mendo'akan seorang penguasa yang wajib ditaati adalah disyari'atkan dalam semua keadaan." (Al-Intishaf di dalam Hasyiyah al-Kasyif 4/105,106)

Kedua: Mendo'akan waliyyul amri adalah melepaskan tanggung jawab menjalankan kewajiban, karena do'a termasuk nasihat, dan nasihat wajib atas setiap muslim. Imam Ahmad bin Hambal berkata: "Sesungguhnya aku mendo'akan dia (yaitu penguasa) dengan kelurusan dan taufik -siang dan malam- serta dukungan dari Alloh, dan saya memandang hal itu wajib atasku." (As-Sunnah Oleh Al-Khallal hlm 116)

Ketiga: Mendo'akan waliyyul amri adalah satu dari tanda-tanda Ahli Sunnah wal Jama'ah. Maka orang yang mendo'akan waliyyul amri menyandang salah satu sifat dari sifat-sifat Ahli Sunnah wal Jama'ah. Imam Abu Muhammad al-Barbahari r berkata: "Jika engkau melihat seorang  mendo'akan kejelekan atas penguasa maka ketahuilah bahwa dia ahlu hawa (pengekor hawa nafsu), dan jika engkau melihat seseorang mendo'akan kebaikan untuk penguasa maka ketahuilah bahwa dia adalah Ahli Sinnah Insya Alloh." (Syarhus Sunnah hlm. 116)

Keempat: Sesungguhnya mendo'akan waliyyul amri manfaatnya akan kembali kepada rakyat sendiri, karena jika waliyyul amri baik maka akan baiklah rakyat dan sejahteralah kehidupan mereka. Imam Bukhori meriwayatkan di dalam Shahih-nya dari Qais bin Abi Hazim bahwa seorang wanita bertanya kepada Abu Bakr ash-Shiddiq rhadiyalluhu'anhu, "Apakah yang membuat kami tetap dalam perkara baik ini yang didatangkan setelah jahiliyah?" Abu Bakr r menjawab: "Tetaplah kalian di atasnya selama istiqomah para pemimpin kalian terhadap kalian." (Shahih Bukhari 3/51)

Fudhail bin Iyadh r berkata: "Seandainya aku memiliki do'a yang mustajab tidaklah aku jadikan kecuali pada penguasa."

Ketika ditanyakan tentang  maksudnya maka Fudhail bin Iyadh berkata: "Jika saya jadikan do'a itu pada diriku maka tidak akan melampauiku, sedangkan jika saya jadikan pada penguasa maka dengan kebaikannya kan baiklah para hamba dan negeri."  (Diriwayatkan oleh Al-Barbahari di dalam Syarhus Sunnah hlm. 116-117 dan Abu Nu'aim di dalam Al-Hilyah 8/91-92 dengan sanad yang shahih)

Kelima: Jika waliyyul amri mendengar bahwa rakyatnya mendo'akan kebaikan padanya maka dia akan senang sekali dengan hal itu, yang membuatnya mencintai rakyatnya dan mengupayakan apa saja yang membahagiakan mereka.

Ketika Imam Ahmad menulis surat kepada Khalifat al-Mutawakkil  maka sebelum diserahkan kepadanya beliau memusyawarahkannya dengan Ibnu Khaqan -menteri al-Mutawakkil, Ibnu Khaqan berkata kepada beliau, "Seyogyanya surat ini ditambah degan do'a kebaikan untuk khalifah karena dia senang dengannya." Maka Imam Ahmad menambahnya dengan do'a kebaikan kepada khalifah (As-Sunnah oleh Abdullah bin Ahmad bin hambal 1/133-134)

Oleh: Ustadz Abu Humaid h
Sumber: Majalah al-Furqon Edisi 5 th 11 1432/2011
Share this article :

Posting Komentar

 
Blog Info | Contact Us | Privacy policy | Term of use | Widget | Advertise with Us | Site map
Copyright © 2014. Abu Fakhiroh . All Rights Reserved.
Design Template by panjz-online | Support by creating website | Powered by Blogger